Postingan Populer

Rabu, 13 Maret 2019

CERPEN


JANUARI
Karangan: R111999

Teriknya sang surya seperti biasa membuatku terbangun, namun kenapa burung tidak lagi menyapaku di pagi ini. Ku lihat kalender yang menempel di dinding. Oh, tidak ini hari yang kutunggu-tunggu, namaku Anita, 7 januari hari ini usiaku tepat 17 tahun. Apa tidak ada yang mengingatnya? Bahkan tepat jam 00.00 pun taka da yang memberi kejutan atau apa, bahkan pagi ini burung enggan menyapaku juga. Bergegas aku keluar kamar berharap ibu akan memberi selamat.
            Kenapa ini gelap sekali, jendela tidak satupun yang terbuka. Kuamati sekelilingku hanya gelap dan kesunyian, apa yang sebenarnya terjadi? Apa ini sebuah kejutan?

“Buuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu!” seruku..
Hening. .
“Buuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu, ini hanya main main bukan?”
Masih hening juga . .

Aku berjalan ke kamar ibu, dapur, kamar mandi, semua ruangan hingga gudang. Tapi hasilnya nihil, aku bingung apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang terjadi semalam? Apa yang aku tidak tahu?.

Aku mencari ponselku lalu mencari kontak ibu,
Tuut.. tuut.. tuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuut..
Tidak bisa dihubungi, lalu aku mencari kontak ayah, dan hasilnya sama saja tidak bisa dihubungi. Perasaanku semakin tak karuan, apa yang sebenarnya terjadi? Bergegas aku mendekati pintu keluar berniat kembali mencari mama, kulihat ada kertas putih tergeletak di lantai sejajar dengan pintu, ku ingin hiraukan tapi tak lama kemudian akhirnya aku mengambinya juga, ku buka kertas putih itu, ternyata itu secabik kertas yang isinya dapat mencabik hati jua.

“Anita sayang, selamat ulang tahun. Maafkan ibu, tunggu ibu di rumah yaa sayaang. Ibu pasti pulang!”

Ini semakin membuatku bingung, kenapa ibu meninggalkanku? Tak lama ponselku berdering.. bibiku menelepon..
Aku: hallo!
Bibi: jangan dulu dimakamkan, tunggu aku akan ke sana!

Tuut..tuuuut.. tuuuuuuuuuuuuuuut..
Teleponnya mati. Siapa yang meninggal, aku harus tahu apa yang terjadi,  pemakaman? Yaa aku ingat pemakaman keluarga siapa tahu di sana dapat petunjuk. Lalu, aku bergegas ke pemakaman itu di saa terlihat ramai orang, seperti ada upacara pemakaman. Aku mendekatinya..
“Anita!”. Seru ibu..
Tapi tak sempat ku menjawabnya, mataku terruju pada nisan yang baru saja dipasang di sana  terterara ‘HASAN BIN AHMAD’.
Tak kuasa aku melihatnya, pipiku dibanjiri air mata pandanganku meredup, remang-remang, hilang dan mati..

Nyawaku rasanya belum terkumpul semua, kepalaku pusing sekali, perlahan aku membuka mataku, ibu.
“buu.. batu nisan itu..”. kataku (kulihat mata ibu yang sangat merah, lebam menahan tangis. “katakana bu!, katakan! Hiks”. Tambahku diakhiri luapan air mata.
“maafkan ibu, sayang.. ibu tidak bermaksud..” ibu diam seketika “semalam ayahmu kecelakaan waktu dia pulang dan berencana membuat kejutan untukmu, semalam ibu tidak memberitahumu.. maafkan ibu nak, ibu hanya tidak ingin kamu bersedih di hari spesialmu ini, maafkan ibu”. (ibu memelukku erat, pandanganku meredup lagi, dan hilang..)

Memang ini bukanlah kenyataan yang mudah untuk diterima. Diumurku yang genap 17 tahun, aku harus kehilangan sosok tanggu seorang ayah, melanjutkan hidup tanpa seoang ayah. Tapi, semua ini memberiku pelajaran baru ‘mencintai tidak hanya selalu didekatnya, jika kamu tak mampu lagi doakan agar dia selalu bahagia’. Aku harus hidup mandiri, ibuku kerja disalahsatu lestoran di Jakarta. Aku yang menjaga rumah dan sesekali aku menggantikan ibuku kerja saat hari libur, mungkin ini takdir Tuhan agar aku mampu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar