Postingan Populer

Rabu, 13 Maret 2019

ESSAY



Es Krim
Oleh: Rima Nur Rohmah

 Lingkungan baru yang membuatku sedikit tertekan, dan mengharuskanku bertemu dengan makhluk stengah manusia dan stengah es batu, aku kira dia manusia salju tapi sepertinya dia punya jantung tapi entah punya hati atau tidak, atau mungkin dia itu lahir pada saat salju turun tapi aku tersadar lagi bahwa di Tasik hanya mengalami dua musim yaitu musim hujan dan kemarau.
            Panggil saja dia Akbar, orang terdingin takkan ada tandingannya mungkin jarak 5 meter darinya siapapun akan cepat membeku, bukan seperti itu. Tapi karena sikapnya sangat cuek dan selalu ingin orang lain yang menyapanya, itu yang aku tidak suka. Ya, memang itupun yang teman-teman bilang  terhadapku.
            Ckiiiiiiiiiiiiiiiiit.
Dalam lamunan seketika aku tersadar, aku dalam perjalanan ke kosan, ya malam kemarin aku pulang ke kampung halamanku bersama temanku Santi, Panji juga Akbar.
            Angin yag berhembus di senja ini membuatku ngantuk, pantas karena semalam malam indahku rusak karena Panji dan Akbar melaksanakan perang dunia ke 4 (Perang dunia ke-3nya terjadi ketika aku dekat dengan Akbar) melawan sekutu Nyamuk ditambah lagi sepanjang perjalanan dia tidak menyapku, satu katapun tidak dia lontarkan selain lagu-lagu yang ia nyanyikan sangat begitu aku ingin muntah.
            Sedikit aku terlelap.
“Awwwwwwwwwwwwwwwwwwww, apa yang kamu lakukan?”. Ujarku.
“Apa yang aku lakukan? Aku hanya membantumu terbangun”. Ujarnya sambil nyengir kuda.
“Maksudmu?, ini rasanya sakit sekali kau juga harus merasakannya!”. Kataku sambil membalas cubitannya.
“Memangnya aku tidak tahu, kamu ngantuk! Makanya jangang so kuat semalam kamu gak tidur” katanya lagi.
“Itu semua karena salahmu”. Tambahku.
“Aku? Oke selalu salahkan aku..”. katanya sambil menghela nafas.

Hening..

Trokkk.. helmku menabrak helmnya.
“Maaf.. maaf.. aku gak ngantuk kok”. ‘Kenapa harus ngantuk Ya Allah’ kataku dalam hati.
“Wkwkwkwkwk, ayolaah matamu itu sudah seperti Panda”. Ledeknya.
“Ya.. aku gak apa-apa kok, jangan lebay deh”. Kataku lagi.
“Kantung matamu punya kantung mata, hahahaaha”. Ledeknya kembali.
“Spongebop”. Kataku.

Gjluuug.. gjluuug.. aku kaget dan terbangun, dan ternyata tadi aku sedikit terlelap, aku terbangun gara-gara lubang-lubang jalan. Ya, jalan ke arah Tasik memang perlu diromak.

“Yang benar dong! Bisa bawa motor gak sih!”. Kataku.
“Aku sengaja melakukannya agar kamu tak tidur, wwkwkwkwk!” katanya dengan rasa puas berhasil membangunkanku.
“Aku gak tidur”. Kataku dengan nada kesal.
“Tapi kamu bobo, ayolaaaah jangan tidur kalo kamu jatuh, bisa berabe nanti” katanya sambil menatapku lewat spion.

Beberapa menit kemudian aku tertidur lagi, tak bisa kuahan rasa kantuk yang melanda itu, tapi kali ini dia tak menggangguku, tak lagi berusaha membangunkanku.

“Santiiii, jaket itu kamu pake gak?, gimana kalo kasih Nita aja, biar dia gak kedinginan”.
Ckiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit. Motor mereka diparkirkan ke bahu jalan. Seketika aku terbangun.
“Sudah sampaikah?, ini di mana? Apa aku tertidur?”. Tanyaku dengan polos.
“Ayo pakai jaketnya!”. Akbar menyodorkan jaket sambil tersenyum.
“Tidak, itu jaket santi”. Kataku dengan lemas karena baru terbangun.
“Ayo cepat pakai, biar kamu gak kedinginan”. Katanya dengan nada tinggi.
Aku nurut memakai jaket itu.
“Mmmm, maaf aku malah tertidur!” kataku.
Dia menepuk-nepuk bahunya, “ayo idur lagi”.
“Ah. Kantukku sudah hilang”. Jawabku dengan masih sedikit lemas.
Dia tersenyum, “jangan dipaksakan seperti itu”.

Beberapa menit kemudian . .
Aku terlelap dipundaknya, tanganku yang kuletakkan di bahuku sesekali terlepas karena aku sudah diambang  kesadaran, dia menggoyang-goyangkan tanganku, memastikan bahwa aku benar-benar sudah tertidur, dia menggenggam kedua tanganku degan satu tangan kirinya, Karena tangnan kanannya digunakan untuk mengatur gas. Dia menggenggam tanganku lalu meletakkannya diperutnya agar tanganku berpegangan padanya, sesekali genggaman tangan itu terlepas dan dia selalu menggenggamnya kembali, selalu dia ulangi.
Gjlug.. gjlug.. sial jalan masih saja tak rata. Mataku terjaga lagi, tapi saat aku akan membuka mataku, sedikit ku membuka mata kulihat tangannya sedang mengelus lembut tanganku, entah apa maksudnya. Aku terlelap dalam pelukannya, entah apa yang terjadi pada hatiku, tapi aku merasakan kenyamanan, rasa kesal, muak dan kebencianku padanya seakan sirna malam ini juga aku merasa hatinya ingin mengungkapkan, ingin sedetik saja waktu ini berhenti agar aku dapat lebih lama bersamanya, ternyata dia yang dingin dan cuek menyimpan perhatian yang besar terhadapku, dan itu tanpa sepengetahuanku. Sekarang aku tahu, dia menyimpan rasa sayang, tapi seketika aku tersadar lagi bahwa dia hanyalah teman. Ya, aku masih menganggap ini sebuah pertemanan namun sikap tak lagi wajar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar