Es
Krim
Oleh:
Rima Nur Rohmah
Lingkungan baru yang membuatku sedikit
tertekan, dan mengharuskanku bertemu dengan makhluk stengah manusia dan stengah
es batu, aku kira dia manusia salju tapi sepertinya dia punya jantung tapi
entah punya hati atau tidak, atau mungkin dia itu lahir pada saat salju turun
tapi aku tersadar lagi bahwa di Tasik hanya mengalami dua musim yaitu musim
hujan dan kemarau.
Panggil
saja dia Akbar, orang terdingin takkan ada tandingannya mungkin jarak 5 meter
darinya siapapun akan cepat membeku, bukan seperti itu. Tapi karena sikapnya
sangat cuek dan selalu ingin orang lain yang menyapanya, itu yang aku tidak
suka. Ya, memang itupun yang teman-teman bilang
terhadapku.
Ckiiiiiiiiiiiiiiiiit.
Dalam lamunan seketika aku tersadar, aku
dalam perjalanan ke kosan, ya malam kemarin aku pulang ke kampung halamanku
bersama temanku Santi, Panji juga Akbar.
Angin
yag berhembus di senja ini membuatku ngantuk, pantas karena semalam malam
indahku rusak karena Panji dan Akbar melaksanakan perang dunia ke 4 (Perang
dunia ke-3nya terjadi ketika aku dekat dengan Akbar) melawan sekutu Nyamuk
ditambah lagi sepanjang perjalanan dia tidak menyapku, satu katapun tidak dia
lontarkan selain lagu-lagu yang ia nyanyikan sangat begitu aku ingin muntah.
Sedikit
aku terlelap.
“Awwwwwwwwwwwwwwwwwwww, apa yang kamu
lakukan?”. Ujarku.
“Apa yang aku lakukan? Aku hanya
membantumu terbangun”. Ujarnya sambil nyengir kuda.
“Maksudmu?, ini rasanya sakit sekali kau
juga harus merasakannya!”. Kataku sambil membalas cubitannya.
“Memangnya aku tidak tahu, kamu ngantuk!
Makanya jangang so kuat semalam kamu gak tidur” katanya lagi.
“Itu semua karena salahmu”. Tambahku.
“Aku? Oke selalu salahkan aku..”. katanya
sambil menghela nafas.
Hening..
Trokkk.. helmku menabrak helmnya.
“Maaf.. maaf.. aku gak ngantuk kok”.
‘Kenapa harus ngantuk Ya Allah’ kataku dalam hati.
“Wkwkwkwkwk, ayolaah matamu itu sudah
seperti Panda”. Ledeknya.
“Ya.. aku gak apa-apa kok, jangan lebay
deh”. Kataku lagi.
“Kantung matamu punya kantung mata, hahahaaha”.
Ledeknya kembali.
“Spongebop”. Kataku.
Gjluuug.. gjluuug.. aku kaget dan
terbangun, dan ternyata tadi aku sedikit terlelap, aku terbangun gara-gara
lubang-lubang jalan. Ya, jalan ke arah Tasik memang perlu diromak.
“Yang benar dong! Bisa bawa motor gak
sih!”. Kataku.
“Aku sengaja melakukannya agar kamu tak
tidur, wwkwkwkwk!” katanya dengan rasa puas berhasil membangunkanku.
“Aku gak tidur”. Kataku dengan nada kesal.
“Tapi kamu bobo, ayolaaaah jangan tidur
kalo kamu jatuh, bisa berabe nanti” katanya sambil menatapku lewat spion.
Beberapa menit kemudian aku tertidur lagi,
tak bisa kuahan rasa kantuk yang melanda itu, tapi kali ini dia tak
menggangguku, tak lagi berusaha membangunkanku.
“Santiiii, jaket itu kamu pake gak?,
gimana kalo kasih Nita aja, biar dia gak kedinginan”.
Ckiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit. Motor
mereka diparkirkan ke bahu jalan. Seketika aku terbangun.
“Sudah sampaikah?, ini di mana? Apa aku
tertidur?”. Tanyaku dengan polos.
“Ayo pakai jaketnya!”. Akbar menyodorkan
jaket sambil tersenyum.
“Tidak, itu jaket santi”. Kataku dengan
lemas karena baru terbangun.
“Ayo cepat pakai, biar kamu gak
kedinginan”. Katanya dengan nada tinggi.
Aku nurut memakai jaket itu.
“Mmmm, maaf aku malah tertidur!” kataku.
Dia menepuk-nepuk bahunya, “ayo idur
lagi”.
“Ah. Kantukku sudah hilang”. Jawabku
dengan masih sedikit lemas.
Dia tersenyum, “jangan dipaksakan seperti
itu”.
Beberapa menit kemudian . .
Aku terlelap dipundaknya, tanganku yang kuletakkan
di bahuku sesekali terlepas karena aku sudah diambang kesadaran, dia menggoyang-goyangkan tanganku,
memastikan bahwa aku benar-benar sudah tertidur, dia menggenggam kedua tanganku
degan satu tangan kirinya, Karena tangnan kanannya digunakan untuk mengatur
gas. Dia menggenggam tanganku lalu meletakkannya diperutnya agar tanganku
berpegangan padanya, sesekali genggaman tangan itu terlepas dan dia selalu
menggenggamnya kembali, selalu dia ulangi.
Gjlug.. gjlug.. sial jalan masih saja tak
rata. Mataku terjaga lagi, tapi saat aku akan membuka mataku, sedikit ku
membuka mata kulihat tangannya sedang mengelus lembut tanganku, entah apa
maksudnya. Aku terlelap dalam pelukannya, entah apa yang terjadi pada hatiku,
tapi aku merasakan kenyamanan, rasa kesal, muak dan kebencianku padanya seakan
sirna malam ini juga aku merasa hatinya ingin mengungkapkan, ingin sedetik saja
waktu ini berhenti agar aku dapat lebih lama bersamanya, ternyata dia yang
dingin dan cuek menyimpan perhatian yang besar terhadapku, dan itu tanpa
sepengetahuanku. Sekarang aku tahu, dia menyimpan rasa sayang, tapi seketika
aku tersadar lagi bahwa dia hanyalah teman. Ya, aku masih menganggap ini sebuah
pertemanan namun sikap tak lagi wajar.