Retorika
Maskapai Berbasis LCC dalam Dunia Transportasi Udara
Oleh, Rima Nur Rohmah_167011033
Pesawat
terbang sudah menjadi kebutuhan yang vital dalam dunia transportasi, selain
dapat mengefektifkan waktu, moda transportasi udara ini kini hadir dengan harga
yang cukup terjangkau yang disebut dengan LCC (Low Cost Carrier). Hadirnya LCC
tentu menggiurkan untuk konsumend dengan tarif tiketnya yang dapat dijangakau
berbagai kalangan, terlebih lagi dengan berbagai kebijakan yang ditawarkan.
Low Cost Carrier (LCC) atau dalam
Bahasa Indonesia artinya maskapai penerbangan bertarif rendah dengan menghapus
beberapa pelayanan kepada penumpang pada umumnya atau dengan kata lain layanan
minimalis. Fasilitas yang diberikan sesuai kebutuhan penumpang tanpa mengurangi
aspek keamanan.
Maskapai penerbangan bertarif rendah
pertama yang berhasil adalah Pacific Southwest Airlines di Amerika Serikat yang
merupakan perintis konsep tersebut ketika penerbangan perdananya pada 6 Mei
1949, yang kemudian mendunia seiring berjalannya waktu dan mendunia seiring
berjalannya waktu yang kini popular di kalangan masyarakat Indonesia.
Masuknya LCC ke Indonesia memberikan
suasana baru di persaingan tarif pada
maskapai penerbangan yang semakin konkret, maskapai di Indonesia yang menganut
manajemen LCC antara lain Citilink, Lionair, Malindo Air, Air Asia, dan Jetstar
Asia yang masing-masing memiliki gaya manajemen pelayanan tersendiri yang akan
menjadi pertimbangan penumpang menentukan maskapai yang akan digunakan.
LCC memberikan tarif murah dengan
pelayanan yang minimalis, dengan spesifikasi berikut, yaitu mengurangi
penggunaan agen perjalanan, mencetak boarding pass di kertas murah, harga tiket
pesawat yang belum termasuk biaya makan dan minum, harga tiket dapat berubah
setiap menit, ruang kabin yang sempit dan dibatasi yaitu tujuh kilo gram
perorang guna mengoptimalkan kapasitas untuk mengangkut penumpang, ketika
terlambat check in tiket hangus dan
harus membeli lagi jika ingin tetap terbang yang tentunya harga tiket lebih
mahal, permasalahan delay juga tidak terlepas dari maskapai yang menggunakan
manajemen LCC ini yang dikarenakan semua pesawat harus beroperasi penuh dan
menyisakan sedikit pesawat cadangan. Pesawat LCC juga mengakali untuk tetap
menjual tarif dengan harga terjangkau dengan mempekerjakan pegawai dengan double job, seperti pilot yang sekaligus
merangkap sebagai cleaning service saat ground
handling dan menerapkan outsourching dan
karyawan kontrak terhadap SDM (Sumber Daya Manusia) non vital.
Jauh sebelum adanya LCC, maskapai
penerbangan menganut system FSA (Full service airline) yang memberikan layanan
penuh. Selain kesenjangan yang mencolok pada tarif tiket , tentu segi pelayanan
pun berbeda. Ditinjau dari aspek jarak antar kursi LCC biasanya lebih rapat dibanding
FSA dan kapasitas lebih banyak, contohnya pada pesawat Boeing 737-300 LCC dapat
menampung penumpang 148 penumpang, sedangkan FSA hanya dapat menampung 128 penumpang. Dari aspek utilisasi pesawat (jumlah
jam yang benar-benar telah digunakan oleh pesawat udara untuk melakukan
penerbangan) pesawat LCC memiliki utilisasi lebih tinggi dibandingkan dengan
pesawat FSA yang tidak dimaksimalkan. Dalam aspek rute, pesawat LCC melayani
penerbangan jarak pendek dan menengah dan tidak asda transfer penumpang, sedangkan
pesawat FSA hanya melayani penerbangan rute jarak jauh dan biasanya bekerja
sama dengan maskapai lain untuk transfer penumpang. Dari segi sarana transportasi
udara yang digunakan LCC menggunakan pesawat berbaan sedang yang mampu mendarat
di bandara kecil dan biaya yang dikeluarkannya pun lebuh rendah, berbeda dengan
maskapai FSA yang bisanya menggunakan pesawat berbadan lebar, sedang, dan
kecil, yang hanya dapat mendarat di bandara besar yang tentunya memerlukan
biaya lebih tinggi untuk biaya perawatan pesawatnya. Seperti yang diungkapkan
Direktur Jendral (Dirjen) Perhubungan Udara Kemenetrian Perhubungan (Kemenhub),
“Terminal
LCC itu kan biasanya fasilitasnya minimalis juga sehingga tidak menimbulkan
biaya Passenger Service Charge (PSC)
yang tinggi dan PSC itu sendiri komponen dari tiket”, Kata Agus Santoso di
Kantor AirAsia, Tangerang Selasa 24 Juli 2018.
Beliau
juga memastikan adanya terminal dan bandara LCC tetap mengutamakan keselamatan
dan keamanan penumpang, tersirat dalam ungkapan selanjutnya berikut,
“Penerbangan
LCC ini walaupun kita tahu murah, tetapi security-nya
tetap menjaga keselamatan penumpang ”.
Dari
aspek tiket LCC menjual tiket 95% dengan memanfaatkan media internet, sedangkan
FSA sebagian besar dijual lewat pihak ketiga, harga tiket LCC dapat jauh lebih
murah dibandingkan dengan FSA jika tiket dipesan jauh hari sebelum
keberangkatan tiga sampai enam bulan bahkan satu tahun sebelum penerbangan dan
memilih penerbangan malam. Ditinjau dari aspek fasilitas dan kenyamanan tentu
berbeda pula maskapai LCC terbilang lebih unggul daripada maskapai FSA,
terlihat pada maskapai LCC tidak menyediakan fasilitas hiburan dan setiap
pemesanan makanan dan minuman dikenakan biaya tambahan diluar biaya untuk
tiket, sedangkan dalam maskapai LCC selama penerbangan ditawarkan berbagai
fasilitas, dari mulai hiburan sampai makanan dan minuman diberikan secara cuma-cuma
atau gratis.
Hadirnya LCC di Indonesia dengan
resolusi meredamnya tarif tiket pesawat yang nyaring bukan berarti tanpa
gejolak dan berjalan dengan mulus dalam dunia penerbangan. Salah satunya saat
jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 yang termasuk dalam maskapai yang menganut
system LCC menjadi perbincangan media dan masyarakat luas, meskipun dalam
beberapa kajian terkait kecelakaan tersebut ditemukan beberapa penyebab
terjadinya kecelakaan seperti yang dikatakan oleh Robert Francis yang merupakan
mantan wakil ketua dewan keselamatan transportasi nasional as mengatakan,
“Penyebab
hilangnya AirAsia QZ8501 terjadi karena ada kemungkinan bahwa partikel es
berada di ketinggian saat awan badai menyebabkan indikator kecepatan udara
tidak berfungsi”.
Beliau
menambahkan, “Dalam kasus seperti ini pilot harus menerbangkan pesawat secara
manual dan mengandalkan kemampuan dan pengalaman untuk membawa pesawat ke tempat
yang lebih aman”.
Meskipun
begitu tetap menjadi tuntutan bagi pemerintah untuk merombak sistem
transportasi udara secara keseluruhan, mulai dari penambahan pilot yang lebih
berpengalaman, menambah tenaga operator lalu lintas yang lebih kompeten untuk
mengatur traffic penerbangan, serta meningkatkan control dan pengawasan
terhadap lalu lintas udara. Dalam rangka meminimalisir kejadian yang berulang
dari musibah ini, pemerintah mengelurkan kebijakan berupa peraturan terkait
tarif minimal tiket pesawat yaitu 40% dari tarif batas saat ini. Kebijakan
tersebut diharapkan dapat membuat maskapai lebih peduli terhadap aspek
keselamatan penumpangnya Karena tak sedikit pula tersebarnya berita-berita
mengenai kecurangan dalam sistem LCC ini seperti ‘mengesampingkan safety’. Namun, tidak semua dapat
membuktikan pernyataan tersebut karena tidak bisa dipungkiri masyarakat
Indonesia masih membutuhkan maskapai dengan sistem LCC ini. Pemerintah juga
menghadirkan terminal dan bandara LCC yang menurut penlaian Dirjen Perhubunga
Udara Kemenhub keberadaannya akan mampu membuat maskapai memotong biaya
operasional hingga 50% dan meningkatkan trafik sebesar dua kali lipat, beliau
juga menjamin Bandara LCC akan memperhatiakan tingkat keamanan penumpang. PT
Angkasa Pura II telah berkomitmen untuk mengembangkan terminal LCTT di
Indonesia dan Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta direncanakan akan menjadi
tempat mendaratnya maskapai berbiaya murah. Sistem LCC ini memang dapat menjadi
alternatif daalam memilih maskapai yang akan digunakan, selain harga yang
terjangkau juga menawarkan fasilitas sesuai kebutuhan penumpang yang tentunya
secara tidak langsung sudah disepakati bersama, namun perlu penanaman pemahaman
bagi penumpang mengenai maskapai yang akan dipilih, sehingga dapat
meminimalisir misskomunikasi antara maskapai dan penumpang yang sering terjadi
kala ini. Sebagaimana telah dipaparkan diatas bahwa tidak semua maskapai dengan
sistem LCC hanya menarik keuntungan dan mengesampingkan aspek keamanan. Namun,
tarif tiket murah diimbangi dengan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan
pihak maskapai.